Success Story

Home / Success Story

SHERLY (Surabaya)

          

Setiap impian yang kuat pasti bisa tercapai. Target peringkat Executive Crown yang kami buat pada tahun 2009, tidak bisa tercapai. Tetapi, BUKAN TIDAK MUNGKIN untuk dicapai!

Akhirnya, tahun 2012, target itu bisa tercapai. Dari situ, sebuah pembelajaran kami dapatkan: Target/ goal/ impian kita PASTI bisa dicapai walau kadang membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama karena ada banyak halangan. Jika kita tetap setia dengan impian, setia dengan target, dan ditambah dengan usaha yang menuju pada impian, serta dibarengi dengan doa penuh iman, goal kita pasti tercapai.

Saat tahun 2009, target belum tercapai. Tetapi, Sherly tidak berkecil hati, namun berintrospeksi diri. Akhirnya, pada awal 2012, Sherly bicara dengan diri sendiri, “Aku harus naik peringkat tahun ini". Tidak boleh tidak! Sudah 6 tahun tidak naik peringkat. Sherly ingin membuktikan bahwa dengan berkeluarga dan memiliki andak, tidak membuat prestasi menjadi menurun, tapi sebaliknya, justru bisa mencetak prestasi-prestasi yang baru.

"Itu sekaligus bisa memberikan contoh kepada putra dan putri tercinta bahwa mamanya bisa dibanggakan.” Sejak tahun 2000, sebagai seorang lulusan cum laude dari sarjana teknik industry Universitas Surabaya, Sherly telah menekuni HDI dengan berbekal motto: Melakukan sesuatu hingga TUNTAS dan “FINISH”. Awal perjalanan Sherly di HDI tidak mulus seperti orang kebanyakan.

                         

Sherly mencapai peringkat Diamond setelah ada lima rekan kerja yang sudah Diamond. Kejadian itu bisa memberi pembelajaran, yaitu upline hebat bisa membantu downline-downline nya untuk mencapai posisi Diamond. Syukur kepada Tuhan, tidak lama dari kejadian itu, Sherly bisa meraih posisi Diamond juga.

Sebagai istri, sebagai mama, dan sebagai upline, pasti banyak sekali kesibukan yang terjadi. Tapi, Sherly melihat bahwa banyak orang-orang diluar sana yang punya keterbatasan masih tetap bisa berkarya. Mereka punya keterbatasan dalam fisik (tanpa tangan, tanpa kaki, tanpa bisa melihat), keterbatasan dalam waktu, keterbatasan dalam sumber daya, tapi masih mampu berprestasi dan menyelesaikan tugasnya hingga finish.

Seperti Bob Willen, dia ikut lomba marathon internasional than 1986 di New York yang diikuti ribuan pelari dari seluruh dunia. Lomba ini berjaran 42 kilometer dengan mengelilingi kota New York. Jutaan orang diseluruh dunia menyaksikan acara ini. Bob adalah seorang veteran perang Vietnam dan ia kehilangan kedua kakinya karena terkena ranjau. Untuk berlari, Bob menggunakan kedua tangannya untuk melemparkan badannya kedepan. Lomba pun dimulai. Ribuan orang mulai berlari secepat mungkin ke garis Finish. Hamper seluruh peserta telah berada di kilometer ke-5 hingga ke-10, Bob Willen masih berada di urutan paling belakang, baru saja menyelesaikan kilometernya pertama. Bob berhenti sejenak, membuka kedua sarung tangannya yang sudah koyak, menggantinya dengan yang baru, dan kemudia kembali berlari dengan melempar-lemparkan tubuhnya ke depan dengan kedua tangannya.

Ayah Bob tak henti-hentinya berseru “Ayo, Bob! Ayo Bob! Berlarilah terus.” Karena keterbatasan fisiknya, Bob hanya mampu berlari sejauh 10 km dalam satu hari. Di malam hari, Bob tidur di dalam sleeping bag. Sekarang adalah hari ke lima bagi Bob Willen. Tinggal dua kilometer lagi yang harus di tempuh. Hingga suatu saat, hanya tinggal 100 meter lagi dari garis Finish, Bob jatuh terguling. Kekuatannya mulai habis. Bob perlahan-lahan bangkit dan membuka kedua sarung tangannya. Tampak tangan Bob sudah berdarah.

       

Dokter yang mendampinginya sejenak memeriksanya dan mengatakan bahwa kondisi Bob sudah parah, bukan karena luka di tangannya saja, namun lebih karena kondisi jantung dan pernafasannya.

Sejenak Bob memejamkan mata. Dan, di tengah-tengah gemuruh suara penonton yang mendukungnya, samar-samar Bob dapat mendengar suara ayahnya yang berteriak “Ayo Bob, bangkit! selesaikan apa yang telah kamu mulai. Buka matamu dan tegakkan badanmu. Lihatlah ke depan, garis finish telah di depan mata. Cepat bangun! Jangan menyerah! Cepat bangkit!” Kita tidak perlu merenungi kendala itu, melainkan menyelesaikan apa yang sudah ada di depan kita.

Perlahan Bob mulai membuka matanya kembali. Garis Finish sudah dekat. Semangat membara lagi di dalam dirinya dan tanpa sarung tangan, Bob melompat-lompat ke depan. Dan, satu lompatan terakhir dari Bob membuat tubuhnya melampaui garis finish. Saat itu, meledaklah gemuruh dari para penonton. Bob bukan saja telah menyelesaikan perlombaan itu, Bob bahkan tercatat di Guiness Book of Record sebagai satu-satunya orang cacat yang berhasil menyelesaikan lari marathon.

“Saya bukan orang hebat. Anda semua tahu kalau saya sudah tidak mempunyai kaki, saya hanya menyelesaikan apa yang saya inginkan. Selama lomba, fisik saya menurun drastis, tangan saya sudah hancur berdarah. Tapi, rasa sakit di hati saya ini bukan karena ini, melainkan ketika saya memalingkan wajah saya untuk mencapai garis Finish.”

            

Hal itu yang memicu Sherly. Setiap manusia pasti memiliki kendala-kendala. Tapi, kita tidak perlu merenungi kendala itu, melainkan menyelesaikan apa yang sudah ada di depan kita. Perlahan tapi pasti, kita juga akan menyelesaikan pertandingan ini, hingga Royal Crown. Tuhan memberikan kita kehidupan bukan untuk lewat begitu saja, bukan Cuma untuk dilihat, tapi untuk dijalani dengan karya dan menyelesaikan apa yang harus kita selesaikan. Terima kasih.

Go Royal Crown, GO BREAKTHROUGH

 

Learn More

If you can think of anything we missed, let us know by sending your mail to :
careonline@breakthrough-generation.com
or
superb.breakthrough@gmail.com