Penyakit

Home / Penyakit

AUTISME

Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari Kelainan Spektrum Autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme. Autisme adalah yang terberat di antara PDD.
Anak dengan autisme dapat tampak normal pada tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia maksimal tiga tahun. Penderita autisme juga dapat mengalami masalah dalam belajar, komunikasi dan bahasa. Seseorang dikatakan menderita autisme apabila mengalami satu atau lebih dari karakteristik berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal.

Di Amerika, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak keturunan Eropa Amerika dibandingkan yang lainnya. Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang menderita autisme dalam usia 5-19 tahun.

Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat. Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.

               

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di  Amerika menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :

  1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
  2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural(menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
  3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
  4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
  5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

  

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.

 

BAGAIMANA AUTISME DIDIAGNOSIS?

Sudah menjadi kewajiban setiap orangtua untuk mengetahui proses tumbuh kembang anak. Untuk itu ada baiknya, bila Anda mengenali ciri-ciri anak autis yang pada umumnya terjadi. Sehingga apabila anak Anda memiliki gejala autis, Anda tetap bisa memaksimalkan pertumbuhannya. Berikut ciri-ciri autisme yang bisa Anda deteksi pada anak.

Gangguan Kemampuan Sosial
Autisme berkaitan dengan gangguan kemampuan sosial yang penderitanya berinteraksi berbeda dengan orang pada umumnya. Pada tingkat gejala ringan, ciri-ciri autisme yang muncul adalah tampak canggung saat berhubungan dengan orang lain, mengeluarkan komentar yang menyinggung orang lain, dan tampak terasing saat berkumpul bersama orang lain. Penderita autis dengan tingkat gejala autis yang parah biasanya tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Mereka juga cenderung menghindari kontak mata. Pada anak-anak, gejala autis berupa gangguan kemampuan sosial ini dapat terlihat dari ketidaktertarikannya pada permainan bersama serta sulit berbagi dan bermain secara bergantian.


Kesulitan Berempati

Sangat sulit bagi anak penderita autisme untuk memahami perasaan orang lain, sehingga mereka jarang berempati terhadap orang lain. Mereka juga sulit mengenali dan memahami bahasa tubuh atau intonasi bicara. Saat berbicara dengan orang lain, komunikasi cenderung bersifat satu arah karena mereka lebih banyak membicarakan dirinya sendiri. Untungnya, kemampuan berempati ini dapat dilatih dan meningkat jika mereka rutin diingatkan untuk belajar mempertimbangkan perasaan orang lain.

 

Tidak Suka Kontak Fisik
Sebagian anak penderita autisme tidak menyukai jika mereka disentuh atau dipeluk. Namun, tidak semua menunjukkan gejala yang sama. Sebagian anak dengan autisme sering dan senang memeluk mereka yang dekat dengannya.

Tidak Suka Suara Keras, Beberapa Aroma, dan Cahaya Terang
Anak penderita autisme umumnya merasa terganggu dengan suara keras yang mengagetkan, perubahan kondisi cahaya, dan perubahan suhu yang mendadak. Diyakini bahwa yang membuat mereka merasa terganggu adalah perubahan mendadak, sehingga mereka tidak bisa mempersiapkan diri terlebih dahulu. Bagi anak-anak dengan autisme, memberitahu mereka tentang sesuatu yang akan terjadi ternyata bermanfaat bagi mereka.

Gangguan Bicara
Ciri-ciri autisme bisa juga Anda deteksi dengan mengetahui kemampuan bicara pada anak. Diketahui bahwa 40% dari anak-anak dengan autisme tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja. Sekitar 25-30% dapat mengucapkan beberapa kata pada usia 12-18 bulan, namun sesudahnya kehilangan kemampuan berbicara. Sedangkan sisanya baru dapat berbicara setelah agak besar. Intonasi penderita autisme saat berbicara biasanya cenderung datar dan bersifat formal. Mereka juga suka mengulang kata atau frase tertentu, atau dikenal sebagai echolalia.

Suka Tindakan Berulang
Anak autis menyukai hal yang sudah pasti sehingga mereka menikmati melakukan rutinitas yang sama terus menerus atau sering melakukan tindakan yang berulang-ulang. Hal ini dikenal dengan istilah stimulating activities (stimming). Adanya perubahan rutinitas sehari-hari akan terasa sangat mengganggu bagi mereka.

Perkembangan Tidak Seimbang

Perkembangan pada anak-anak autis cenderung tidak seimbang: perkembangan di satu bidang terjadi dengan cepat namun terhambat di bidang lainnya. Sebagai contoh, perkembangan kemampuan kognitif terjadi dengan pesat namun kemampuan bicara masih terhambat atau perkembangan kemampuan bicara terjadi dengan pesat namun kemampuan motorik masih terhambat.

Minat terbatas dalam kegiatan atau bermain. Misalnya, anak yang lebih muda sering fokus pada bagian-bagian mainan daripada bermain dengan mainan secara keseluruhan. Anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin tertarik oleh topik tertentu, seperti permainan kartu atau pelat nomor. Anak yang dicurigai menderita autisme juga mungkin harus melakukan tes pendengaran dan beberapa tes lain untuk memastikan penyebabnya bukan karena beberapa kondisi medis lain.

PENYEBAB AUTISME

Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah faktor-faktor yang diduga kuat mencetuskan autisme yang masih misterius ini.

1. Genetik. Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme. Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama. Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi.

2. Pestisida. Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang punya bakat autisme.

3. Obat-obatan. Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia.

Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.

4. Usia orangtua. Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.

"Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks.

5. Perkembangan otak. Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturanmood, berkaitan dengan autisme. Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga dihubungkan dengan autisme.

          

Ada 10 jenis terapi yang diakui oleh para professional untuk autisme. Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

1) Applied Behavioral Analysis (ABA). ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2) Terapi Wicara. Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3) Terapi Okupasi. Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan ke mulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi Sosial. Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama di tempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.

 

6) Terapi Bermain. Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. 

7) Terapi Perilaku. Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

 

8) Terapi Perkembangan. Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual. Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

  10) Terapi Biomedik. Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

DIET UNTUK ANAK AUTISME

Seseorang yang menderita autis memiliki fungsi organ yang tidak seperti orang normal pada umumnya sehingga dalam hal memilih makanan untuk penderita autis, tidak boleh sembarangan. Studi yang diterbitkan oleh Autism Speaks menunjukkan bahwa jalur biokimia penderita autism tidak berfungsi optimal. Jadi ada diet khusus yang harus dijalani.
 
Mengapa diperlukan diet? Kebanyakan anak dengan autime mengalami gangguan pada system pencernaan mereka. Di antaranya gangguan hiperpermeabilitas usus (leaky gut syndrome), malabsorbsi, anterocolitis (peradangan usus), gangguan detoksifikasi dan beberapa gangguan lainnya. Semua jenis bnormalitas pada usus tersebut mengganggu kinerja alat pencernaan. Jika kinerjanya terngganggu maka bisa terjadi berbagai defisiensi nutrisi. Sehingga dibutuhkan Enzyme tambahan yang direkomendasikan adalah Dynamic Trio Enzymemineral dan Clover Honey untuk pencernaanya.
 
 
Hal itu ditambah lagi dengan kecenderungan pola makan anak dengan autism yang sangat sulit menerima dan mencerna makanan. Mereka mempunyai alat pengecapan yang sangat peka dan kebanyakan hanya menyukai satu jenis makanan tertentu saja, tidak mau mencicipi makanan yang lainnya. Kebanyak dari mereka tak suka sayur dan tak suka buah. Peneliti dan terapis autisme saat ini banyak menganjurkan suplemen kesehatan yang mempunyai kandungan nutrisi lengkap dan juga mengandung nutrisi esensial buat perkebangan otak serta syaraf. Mengapa sebaiknya suplemen kesehatan? Karena bagi anak autis, suplemen kesehatan lebih mudah dicerna dan mengandung mikronutrisi yang lengkap.
 
Salah satu di antara zat gizi penting bagi perkembangan otak dalam terapi bagi anak penderita autis adalah kolin. Dalam tubuh, kolin penting sebagai komposisi utama membrane sel normal serta menjaga keutuhan membrane sel dalam proses-proses biologi, seperti rangsangan informasi, komunikasi intrasel, dan bioenergi. Selain itu, Kolin juga dapat membantu fungsi normal otak melalui pembentukan neurotransmitter asetilkolin, yaitu senyawa pembentuk kolin yang sangat berperan pada fungsi otak. Asetilkolin banyak terdapat pada royal jelly.
 
Makanan Tepat dan Bagus untuk Anak Autis sebaiknya tidak mengandung bahan gluten atau tepung dari gandum, contohnya sereal dan juga kasein atau protein yang berasal dari susu, dengan contoh sperti susu sapi, susu skim, susu kambing, susu bubuk, mentega, yoghurt, keju, dan olahan susu lainnya.
Makanan yang mengandung ragi akan menyebabkan pertumbuhan bakteri berbahaya dalam usus yang berlebih, dan harus dihindari jika tidak bisa benar-benar dihilangkan. Makanan ini adalah yang mengandung tinggi gula (termasuk gula alami dalam buah-buahan), roti, plum, anggur, cuka, daging dan keju. Karbohidrat olahan, kentang, dan biji-bijian yang bebas gluten juga diketahui merupakan makanan ragi. Ada timpang tindih antara autis dan ADHD, jadi untuk anak autis yang menunjukkan gejala hiperaktif sangat penting meningkatkan keseimbangan gula darah.

Makanan yang mengandung racun dan fenol alami biasanya tidak optimal, dan dalam banyak kasus sangat penting untuk dihilangkan dari diet. Zat beracun tersebut termasuk aditif, zat pewarna buatan, perasa makanan, pengawet, MSG, dan pestisida. Pilihkan makanan organik sesering mungkin, terutama untuk makanan yang umumnya mengandung zat-zat yang tidak aman. Produk hewani yang paling tinggi gizi adalah yang dipelihara  secara organik, misalnya ternak yang makan rumput, dan bebas bahan kimia berbahaya, antibiotik, dan hormon. Makanan-makanan tersebut bisa menyebabkan gejala perilaku, emosional dan fisik, sehingga harus dibatasi. Makanan ini termasuk buah anggur, apel, buah berrie, dan almond.

Berdasarkan evaluasi Yayasan Pendidikan Lasipala Bina Wicara, Bogor, menyatakan bahwa 95% anak penyandang autisme yang mengonsumsi HDI Honeybee Pollens dan HD Clover Honey menunjukkan perkembangan positif berupa nafsu makan bertambah, konsentrasi belajar meningkat, hiperaktivitas berkurang, mimisan dan ingus berhenti, serta daya tahan tubuh meningkat. 
 
Drh. Julina Sari Siregar pemilik sekolah PONDOK PEDULI AUTIS di Pematang Siantar juga sudah memberikan terapi nutrisi kepada anak-anak didiknya dan hasilnya sangat memuaskan. Kombinasi terapi-terapi harus coba disesuaikan mana yang paling maksimal. Tetapi akan sangat optimal jika bersamaan dengan terapi nutrisi. Berikut adalah nutrisi yang disarankan oleh beliau:
 
          
 
SEHAT ITU MURAH, MUDAH DAN MEMBAHAGIAKAN
GO BREAKTHROUGH
 
Testimoni Autis klik disini

Learn More

If you can think of anything we missed, let us know by sending your mail to :
careonline@breakthrough-generation.com
or
superb.breakthrough@gmail.com